Home » » IMAN KEPADA ALLAH MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA

IMAN KEPADA ALLAH MEREKA YANG BERIMAN SEMPURNA



Mereka takut kepada Allah
“… mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS Al-Anbiya, 21: 28)
Mereka yang beriman sempurna yang meresapi keagungan, kekuatan dan kebijaksanaan abadi Allah, merasakan “takut penuh hormat” kepada Tuhan kita. Dengan selalu mengingat ayat Qur'an, “Maka, bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu…” (QS Al-Taghabun, 64: 16), mereka tidak menetapkan batas bagi ketakutan mereka.

Setiap peristiwa yang mereka temui, semua yang mereka lihat di sekeliling, menarik mereka mendekat kepada Allah dan memperdalam keimanan dan juga ketakutan mereka.
Ketakutan mendalam seperti itu memastikan derajat tertinggi perhatian diberikan kepada penaatan batasan-batasan yang ditetapkan Allah. Tingkatan penaatan ini mewujud dalam perhatian seksama pada kepatuhan akan semua perintah dan anjuran Allah dan penghindaran ketat hal-hal yang dilarangNya. Sikap orang yang beriman sempurna ini dirujuk dalam ayat berikut:

“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (QS Al-Nahl, 16: 50)
Dalam Qur'an, Allah memberikan contoh yang akan membantu kita meraih pemahaman yang lebih baik akan hal-hal ini, dan menarik perhatian kita kepada macam ketakutan yang paling diridaiNya:
“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qu'ran kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS Al-Hasyr, 59: 21)

Sebagaimana dikatakan ayat di atas, ketakutan orang yang beriman mendalam kepada Allah itu kuat dan dalam. Ketakutan kepada Allah yang sangat kuat dirasakan mereka yang beriman sempurna sama sekali tidak menekan sebagaimana ketakutan palsu yang dialami mereka yang hidup tidak dengan nilai-nilai Qur'an. Ketakutan itu jenis ketakutan yang didasarkan pada penghormatan akbar dan cinta mendalam yang menyebabkan mukmin bersetia kepada Allah, Pencipta dirinya. Ini ketakutan yang memberi manusia semangat, kegembiraan, dan ketabahan. Ini, lebih lagi, jenis ketakutan yang membuat manusia menghindari perbuatan apa pun yang tidak disukai Allah. Ini ketakutan yang menghentak mukmin agar terlibat dalam perbuatan baik, mengilhaminya dengan akhlak mulia yang dianjurkan Islam dan karena itu, merupakan perasaan yang memberikan “kepuasan batiniah”. Ketakutan ini dapat dirasakan hanya melalui cinta mendalam yang dimiliki orang kepada Allah. Mereka yang beriman mencintai Allah sebanyak mereka takut kepadaNya. Kedua sikap ini bersanding bersisian di hati mukmin dan menetap sebagai dua tanda penting iman yang sempurna.

Apa yang membuat mereka yang beriman sempurna takut kepada Tuhannya adalah penghargaan selayaknya mereka kepadaNya. Allah itu al-Qahhar (Maha Penakluk, Dia Yang, dengan Kekuatannya, mengalahkan apa pun yang Dia ciptakan dengan Kekuasaan dan KekuatanNya), al-Mu'adhdhib (Penyiksa), al-Muntaqim (Pembalas), as-Sa’iq (Dia Yang mendorong ke neraka), al-Muthil (Dia Yang merendahkan atau memperhinakan siapa pun yang Dia kehendaki). Mukmin, yang sadar akan sifat-sifat Allah ini, mengetahui bahwa Dia dapat menimpakan bentuk hukuman apa saja kepada siapa saja kapan pun Dia kehendaki. Mereka sadar bahwa hanya mereka yang menjalankan kewajiban dapat diselamatkan dari hukuman ini. Karena alasan ini, mereka takut tidak kepada siapapun kecuali Allah, Yang Maha Kuat.

Mereka mencintai Allah lebih daripada siapa pun dan apa pun
“… mereka menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’” (QS Al-Imran, 3: 173)
Cinta mereka yang beriman sempurna sekuat ketakutan yang mereka miliki kepadaNya. Mereka mengetahui bahwa Allah Dialah Yang telah menciptakan mereka dari ketiadaan dan mengaruniai mereka tak terhitung nikmat. Mereka juga sadar bahwa Dia menyaksikan dan melindungi mereka setiap saat. Mereka percaya bahwa semua makhluk hidup mewujud hanya atas izinNya, dan suatu hari semuanya akan musnah atas kehendakNya. Mereka mengetahui bahwa Dia satu-satunya Wujud Yang ada untuk selamanya.

Setelah meresapi kenyataan ini, mereka mengarahkan semua cinta kepada Allah, Pencipta dan Pemilik mereka sesuai dengan bimbingan Rasulullah SAW, “Cintailah Allah karena Dia memelihara dan merawatmu … “ (Tirmidzi). Mereka mencintai Allah lebih daripada siapa pun atau apa pun yang mereka lihat, ketahui, atau mengerti. Mereka sadar bahwa tidak ada sahabat atau penolong yang lebih baik daripada Allah, “… adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS Al-Anfal, 8: 40) Dalam doa Nabi Ibrahim AS, seorang mukmin yang taat, kesadaran ini sangatlah gamblang:
(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakanku, maka Dialah yang menunjukiku. Dan Tuhanku, Dia Yang memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. Dan Yang akan mematikanku, kemudian akan menghidupkanku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat. (Ibrahim berdoa): ‘Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmat dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh.’” (QS Al-Syu`ara, 26: 78-83)
Sebagaimana dikatakan ayat, Nabi Ibrahim AS amat sadar bahwa Allah Yang memberinya nyawa, mengendalikan semua peristiwa di bumi, memberinya makan, menyebabkan sakit dan menciptakan cara-cara penyembuhan, dan bahwa Dia Penguasa tunggal bumi. Jadi, beliau terikat kepadaNya dengan cinta. Inilah jenis cinta yang dirasakan kepada Allah yang dijadikan teladan oleh mereka yang beriman sempurna.
Cinta yang dimiliki mereka yang beriman sempurna kepada makhluk ciptaan lainnya berkaitan erat dengan cinta yang mereka miliki kepada Allah. Syarat untuk mencintai orang bergantung pada sejauh mana mereka memperlihatkan akhlak mulia yang menyenangkan Allah. Mukmin memelihara cinta agung bagi mereka yang memperhatikan perintah dan larangan Allah dan berjuang keras untuk hidup menurut acuan akhlak mulia. Alasan utama mengapa mereka mengasihi orang-orang ini adalah cinta mendalam yang mereka rasakan kepada Allah dan janji mereka mengangkatNya sebagai satu-satunya sahabat.

Keimanan sejati membuat mukmin secara murni meresapi semua keindahan, kebijaksanaan, dan kepiawaian di dunia ini milik Allah. Misalnya, ketika menemui orang yang elok, bijaksana, dan berbakat, mukmin memperoleh kegembiraan besar dari semua sifat ini, teringat bahwa Allah Pencipta dan Pemberi semua sifat ini. Karena alasan ini, kegembiraan yang mereka peroleh dalam sifat-sifat ini bukanlah kegembiraan yang terlepas dan jauh dari cinta yang mereka rasakan kepada Allah. Sebaliknya, inilah sumber cinta dan penghormatan akbar kepada Allah.
Mereka yang tidak beriman mendalam tidak memiliki cinta agung kepada Allah. Dalam kenyataannya, mereka ini mengetahui bahwa Allah Yang memberi mereka kehidupan, menjaga mereka setiap saat, menganugerahkan kepada mereka tak terhitung nikmat dan mengampuni mereka. Akan tetapi, dalam bagian terbesar kehidupan, mereka melupakan kenyataan sederhana ini atau sekedar mengabaikannya. Mengira makhluk-makhluk hidup yang Allah ciptakan memiliki kekuatan yang terlepas dariNya, mereka merasakan cinta terpisah kepada makhluk-makhluk ciptaan ini. Dalam Qur'an, keadaan mereka ini dikatakan sebagai berikut:

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah… (QS Al-Baqarah, 2: 165)
Dalam ayat lain, perbedaan antara mereka ini dan mereka yang beriman sempurna dijelaskan sebagai berikut:
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) ke cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya ke kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. (QS Al-Baqarah, 2: 257)
Mereka tidak mengangkat tuhan-tuhan lain selain Allah.
Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun denganKu. (QS Al-Nur, 24: 55)


Keimanan mereka yang beriman sempurna adalah sebuah pedoman kuat yang berdasarkan pada kebijaksanaan dan nurani. Dalam kata-kata Qur'an, “.. orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu..” (QS Al-Hujurat, 49: 15) Karena memiliki pemahaman penuh atas kekuatan dan keagungan Allah, mereka tegas sejak awal bahwa tiada tuhan yang menyamai atau menyerupaiNya. Dalam Qur'an, satu-satunya panduan bagi mukmin, Allah mengatakan kenyataan ini sebagai berikut:
Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya); tidak mengantuk dan tidak tidur. KepunyaanNya apa yang ada di langit dan di bumi. Siapakah yang patut memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS Al-Baqarah, 2: 255)

Di samping ini, sebagian orang, sekalipun mempercayai keberadaan Allah, juga menganggap beberapa makhluk hidup duniawi memiliki kekuatan yang terlepas dan terpisah dari Allah dan mengangkat mereka, dalam pengertian tertentu, sebagai “berhala”. Karena itu, kita tidak boleh membatasi gagasan tentang “berhala” ke sebentuk pahatan batu atau kayu, atau tuhan-tuhan tiruan yang diolah oleh agama-agama palsu. Sekarang ini, ada banyak benda yang kasatmata maupun tidak yang tidak disebut berhala, namun diperlakukan sedemikian.

Upaya apa pun dari seseorang untuk menyenangkan makhluk selain Allah – menganggap makhluk itu mampu membantunya dan mengubah arah hidupnya menuruti keinginan makhluk itu – dapat digambarkan sebagai memperlakukan makhluk itu seperti “sebuah berhala”. Sebagian orang, misalnya, bermaksud memperoleh uang, kecantikan, kehormatan, karir atau melampiaskan hawa nafsunya. Orang-orang semacam itu mengabaikan bekerja ke arah meraih rida Allah, yang seharusnya sebaiknya menjadi tujuan utama mereka. Merekalah orang-orang yang mengangkat tuhan-tuhan selain Allah.
Inilah perkara pada mana sifat pembeda orang-orang yang beriman sempurna menjadi paling nampak. Hal itu karena, tidak seperti orang-orang yang tersebut di atas, orang-orang yang beriman sempurna menegaskan dengan hati dan sepenuh kehidupan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Mereka berpaling kepadanya dan tidak mengangkat sekutu bagiNya, jadi, “memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama.” (QS Al-Zumar, 39: 11) Allah menggambarkan hamba-hambaNya yang tulus sebagai:
Orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka, mereka itu bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (QS A-Nisa, 4: 146)

0 ulasan:

Catat Ulasan