Home » » Batas-batas Toleransi Antar Umat Beragama

Batas-batas Toleransi Antar Umat Beragama



KH Abdusshomad Buchori

Toleransi dalam bahasa agama adalah tasamuh. Istilah toleransi ini janganlah didramatisir, dibuat suatu konsep sedemikian pula lalu mecampur aduknya. Jadi sudah ada petunjuk jelas di dalam agama, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam Islam ada ajaran aqidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Akhir-akhir ini memang banyak orang memberikan makna toleransi sengaja agar masyarakat tidak faham. Ada orang yang sengaja mendistorsi makna toleransi dengan tujuan tertentu sehingga membuat makna toleransi menjadi rancu. Sehingga ada suatu kelompok yang mengusulkan pada saat bulan suci Ramadan umat Nasrani boleh mengadakan shalat tarawih kemudian buka bersama di dalam Gereja. Ini secara faktual memang ada upaya, dengan dalih kerukunan umat beragama. Dalam kesempatan ini kami menjawab, bahwa hal seperti itu tidak boleh. Haram. Sebab yang ingin dibangun oleh Islam dalam hal toleransi adalah masalah-masalah sosial, misalnya ketika orang terkena musibah, atau problem yang menyangkut masalah kemanusiaan, umat Islam tidak mempermasalahkan. Ketika kita bertetangga dengan orang non muslim, kemudian dia sakit, kita boleh membesuk, kita boleh membawa oleh-oleh untuknya. Atau ketika dia punya hajat mantu, kita boleh untuk menyumbang (Jawa:buwuh). Atau ketika umat Islam menemui orang yang sedang kecelakaan harus menolong dan tidak perlu menanyakan terlebih dahulu agamanya apa. Jadi secara kemanusiaan, umat Islam memberikan toleransi untuk saling menolong dan membantu yang membutuhkan bantuan. (Al Maidah:2) Ketika menyangkut masalah aqidah dan syirik Islam sangat tegas, sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Kafirun : 1-6.

Jadi jika umat Islam diminta untuk hadir dalam acara natalan, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu itu ketuanya Buya HAMKA, dengan tegas menyatakan bahwa menghadiri natalan bersama adalah haram. Dan keputusan hukum itu sampai sekarang tidak dicabut. Jadi kalau umat Islam sapapun dan mempunyai jabatan apapun jika diundang oleh umat Kristiani, haram menghadirinya. Mengamini doa umat lain yang berkeyakinan beda, yang mempunyai tuhan berbeda, jika kita mengamini, berarti menyetujui mereka, inilah yang menjurus kepada perbuatan syirik. Rasulullah SAW bersabda : Ad du’aa’u muhhul ibaadah (doa adalah otaknya ibadah). Kalau kita cermati kegiatan doa bersama ini adalah merupakan taktik, dan merupakan skenario global, yang tujuan utamanya adalah merusak aqidah umat Islam di Indonesia yang mayoritas. Karena mereka tidak akan mungkin memeranginya dengan fisik, karena akan sia-sia. Untuk itu, umat Islam harus memahami betul, sehingga tidak salah dalam bersikap. ( Al Hujurat : 13)

Ayat ini jelas, tetapi banyak yang mempolitisir oleh anak-anak muda kita terutama meraka yang menamakan diri kaum liberal, liberalisme, sekularisme, pluralisme agama. Yang mereka menerjemahkan lita’aarofuu (saling mengenal), orang yang ingin mengenal harus masuk ke dalam kaum itu. Sehingga mereka memaknai bahwa orang Islam boleh menjadi panitia natal, orang Kristen boleh menjadi panitia Maulid. Inilah penafsiran yang keliru. Dan perlu diketahui di Indonesia sekarang ini ada sistem penafsiran yang disebut Hermenetika, yakni sistem penafsiran Al-Qur’an yang mendasarkan filsafat dari Yunani yang diusung oleh orang-orang Nasrani, karena Bibel ada ketidakjelasan bahasa aslinya. Sistem ini berangkatnya dari keraguan, sehingga kalau diterapkan dalam menafsirkan al-Qur’an pun juga harus ragu terlebih dahulu. Dalam aqidah Islam, orang Islam tidak boleh tidak percaya kepada Al-Qur’an. Kalau seorang muslim ragu kepada satu ayat saja dalam Al-Qur’an bahkan satu huruf saja, maka orang ini dinamakan al Khuruuj minad diinil Islaam (keluar dari agama Islam). Orang Islam tidak boleh ragu terhadap Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sejak dahuu sampai sekarang orisinil, sesuai yang diterima Rasulullah Muhammad SAW. Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril yang disampaikan kepada umatnya yang mutawatir, yang terjaga dari dusta.

Dari sini saya kira kita sudah mempunyai gambaran secara umum, bahwa ketika kita berbicara masalah aqidah, dan ibadah maghdhoh, tidak boleh dicampuradukkan. Jika seorang muslim yang menjadi pejabat diundang mereka sebagai pengayom, saya kira hadir boleh saja, tetapi tentu yang hanya seremonial saja dan hati-hati jangan sampai mengikuti bagian dari ibadah mereka. Sehingga kalau meniup lilin kemudian doa bersama, harus dihindari, karena ini sudah termasuk syirik. Tetapi bagi kita muslim yang tidak mempunyai jabatan apa-apa, untuk apa menghadiri? toh kita Jumatan tidak pernah mengundang mereka. Umat Islam shalat Ied juga tidak pernah mengundang mereka. Tarawih juga tidak pernah mengundang mereka. Dan agama selain Islam, cara ibadahnya tidak begitu jelas, karena mereka tidak punya kitab fiqih. Sehingga natalan, menyanyi dengan diiringi instrument itulah ibadahnya. Namun kalau umat Islam jelas perbedaannya, misalnya halal bihalal, bukan termasuk ibadah maghdhah. Jadi Islam ini agama yang mencakup seluruh segala aspek. Ibadahnya saja sudah diatur, yakni ada yang maghdhah dan ghoiru maghdhah.

Di Indonesia memang banyak faham-faham yang disebarkan, sebagian mereka adalah sengaja diberi beasiswa ke luar negeri yang mereka dicekoki oleh faham-faham tertentu sehingga menjadikan Indonesia yang sudah damai ini, diusik. Bagaimana umat Islam yang mayoritas ini aqidahnya keropos. Ini memang ada unsure kesengajaan. Ini sangat berbahaya, karena banyak umat Islam sendiri yang tidak faham akan ajarannya, mereka lebih cenderung kepada duniawi, mereka mengejar terus untuk mencapai perekonomian yang tinggi walaupun dengan berbagai cara. Produk-produk disebarkan kepada kita, tetapi tidak jelas mana yang halal mana yang haram. Ini memang disengaja agar muslim yang terbesar di Indonesia ini lemah, karena mereka takut akan kebangkitan umat Islam dari Indonesia. Jadi umat Islam dalam toleransi harus mengukur, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Yang bersifat sosial umat Islam harus banyak wawasan keagamaan, kebangsaan dan pembangunan. Wawasan keagamaan untuk mengetahui hukum-hukum keagamaan sehingga tahu mana yang boleh mana yang tidak boleh menurut agama, mana yang haram, mana yang dianjurkan. Wawasan kebangsaan, untuk mengetahui sejauh mana kita bisa bergaul dengan non muslim dan masyarakat pada umumnya yang sesuai dengan ajaran agama dan hukum Negara. Wawasan pembangunan adalah kita harus punya cita-cita untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang, punya komitmen membangun bangsa dan Negara. Kita harus cinta tanah air sebagai NKRI, tetapi kita juga harus tetap cinta kepada agama kita. Jangan sampai karena konsep pembangunan,lalu luntur keimanan, hancur akhlak kita.

0 ulasan:

Catat Ulasan